Pada tanggal 28 November 2016 para akademisi dan peneliti postdoctoral Indonesia yang berkarir di universitas-universitas di Victoria, berkumpul di Swinburne University of Technology untuk menyatukan suara dan visi membentuk jaringan formal akademisi dan peneliti Indonesia di Universitas Australia, dengan nama “Indonesian Academics and Researchers Network in Australia (IARNA)”, cabang Victoria.

Pada saat ini ada sekitar 27 akademisi (Professor, Associate Professor, Senior Lecturer dan Lecturer) dan peneliti postdoctoral yang sudah terdata yang tersebar di beberapa universitas di Victoria, seperti di Swinburne University of Technology, Monash University, La Trobe University, University of Melbourne, RMIT University, Deakin University dan ACU (Australian Catholic University). Dari yang terdata, masih belum ada akademisi dari Victoria University dan Federation University. Jaringan ini masih terus berkembang.

Akademisi di Australia memiliki tantangan tersendiri yang cukup besar. Mulai dari semakin terbatasnya sumber dana riset, semakin tingginya ekspektasi dari Universitas akan output riset (kualitas dan impak) dan semakin besarnya beban mengajar. Tingginya ekspektasi Universitas terhadap akademisi dikarenakan adanya tekanan terhadap sektor Universitas dimana kompetisi untuk memikat mahasiswa undergraduate semakin tinggi (market terbatas) dan pada saat bersamaan anggaran yang ketat dari pemerintah Australia. Perlu dicatat bahwa “industri” pendidikan tinggi di Australia memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap ekonomi Australia. Sebagai contoh, pada tahun 2013 sektor universitas memberikan kontribusi sekitar 25 miliar dollar ($25 billion dollar) terhadap Australia.

Sekarang ini semakin sulit dan sangat kompetitif untuk mendapatkan posisi akademipermanen di Universitas di Australia. Bagi yang telah berada di dalam sistem universitas, untuk bertahan dan melanjut naik ke jenjang yang lebih tinggi menjadi hal yang semakin menantang.

“Kita membutuhkan jaringan yang kuat yang bisa memberi support kepada akademisi dan peneliti Indonesia yang berkarir di Australia, terutama di negara bagian Victoria”, ujar Associate Professor Akbar Rhamdhani, yang terpilih sebagai Ketua/Koordinator IARNA pertama. “Diharapkan jaringan ini juga bisa memfasilitasi kerjasama antar akademisi dari berbagai disiplin, dan juga memfasilitasi anggota untuk berbagi pengalaman dimana akademisi dan peneliti yang lebih muda bisa belajar dari yang lebih senior”, tambah Akbar. Professor Ismet Fanany, perwakilan dari Deakin University, menekankan pentingnya untuk mengembangkan kapasitas dan kapabilitas dari akademisi dan peneliti Indonesia di Victoria.

Selain fokus ke dalam, IARNA juga akan fokus ke luar jaringan. Ibu Dewi Savitri Wahab, Konsul Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, yang juga menghadiri pertemuan inaugural IARNA berkata “Akademisi dan peneliti Indonesia di sini memiliki previlage dengan segala fasilitas dan akses yang mudah. Kalian memiliki kesempatan yang besar untuk berkontribusi dan membuat perbedaan dengan membantu akademisi dan peneliti yang berada di Indonesia, terutama yang berada di luar universitas 5 besar”. Ibu Dewi juga berpesan untuk mengambil langkah kongkrit, mulai dari skala kecil dulu, dan pelan pelan memperbesar impaknya.

Pertemuan pertama IARNA ini juga dihadiri oleh perwakilan akademisi dari Indonesia, Dr Augie Widyotriatmo, akademisi dari Institut Teknologi Bandung yang sedang berkunjung ke laboratory Associate Professor Denny Oetomo di University of Melbourne. Dr Widyotriatmo memaparkan sulitnya menarik mahasiswa PhD lokal berkualitas di Indonesia untuk mau melakukan studi doktoral di universitas di Indonesia. “Salah satu cara dimana IARNA bisa membantu adalah dengan cara memfasilitasi joint-supervision program di mana mahasiswa masters dan PhD di universitas-universitas di Indonesia juga di bimbing oleh akademisi dan peneliti Australia sebagai tambahan dari pembimbing lokal”, ujar Dr Yenny Rahmayati, peneliti postdoctoral di Swinburne. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan link akademisi di Indonesia (yang merupakan alumni dari universitas di Australia yang telah kembali ke universitas masing-masing di Indonesia). Melalui jalur ini diharapkan akademisi dan peneliti Australia dapat ikut membantu mengubah kultur riset di universitas di Indonesia, terutama yang di luar universitas 5 besar (top 5).

Diharapkan inisiatif jaringan akademisi dan peneliti Indonesia ini bisa berkembang melibatkan negara bagian lain selain dari Victoria. Pertemuan IARNA selanjutnya akan diadakan di La Trobe University yang akan di host oleh Dr Mahardhika Pratama pada bulan Februari 2017.

Penulis: Nadya Octaviani

 

Foto:

Perwakilan akademisi dan peneliti Indonesia dari universitas-universitas di Australia. Dari kiri ke kanan: Dr Augie Widyotriatmo (ITB), Dr Adi Prananto, Dr Yenny Rahmayati, Dr Novana Hutasoit, Assoc Prof Akbar Rhamdhani, Ibu Dewi Savitri Wahab (Konsul Jenderal Republik Indonesia), Assoc Prof Alfons Palangkaraya, Prof Ismet Fanany (Deakin), Dr Mahardhika Pratama (La Trobe), Dr Aditya Putranto (Monash), Assoc Prof Denny Oetomo (Uni Melbourne).

Diskusi mengenai pembentukkan IARNA (Indonesian Academics and Researchers Network Australia), cabang Victoria.

Categories: General

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: